13.3.13

my way on dimensi part IV

di akhir detik ku di dimensi . . .

Saat itu sekitar 1 bulan sebelum pelantikan crew dimensi 2012, as usual aku, dian, ratih, ipang, lagi leyeh-leyeh dikantin tehnik, guyonan kayak biasanya.  Tiba-tiba dian buka pertanyaan yang membuat suasana berubah menjadi senyap, dan membuat mereka tercengang dengan jawaban yang keluar dari bibirku #etsaaah kata-kataku hahaha
Pertanyaannya adalah : “kalian nantinya mau lanjut didimensi lagi gak?”
Jawaban yang absolute dari dian, ratih, ipang adalah lanjut, tapi dari aku, aku bilang aku gak lanjut, seketika mereka bertanya “kenapa? Alasannya apa?” saat itu aku Cuma bias jawab dengan senyuman, “ya, emang aku gak bisa lanjut”.  Gak tau kenapa tiba-tiba air mata netes gitu aja, berasa gak kuasa buat ninggalin kebahagiaan yang baru aja aku raih.  Mereka berarti banget buat aku dulu, sekarang, dan nanti.
     Seiring waktu berlalu, tiba dimana saat kuharus memutuskan apa aku berminat untuk lanjut atau tidak.  And this is “placement test”.  Minggu malem sepulang pelantikan, beberapa sms menghujani kotak masuk handphone ku, yang rata-rata pesannya adalah untukku tidak meninggalkan dimensi.  Ya, itu dari putri, reza, arum, bela, dian, juki, dan ipang.  Haha lucu kalo inget sms mereka, dimana mereka itu janjian buat sms aku tapi yang bikin lucunya mereka sms secara bersamaan *ya jelas ketauan lah* :’)
     Saat itu jadi sempet bertanya, “apa artinya sih aku didimensi? Toh aku tak pernah menorehkan sebuah karya apapun disana”.  Mungkin itu jadi pertanyaan terbodoh saat itu, dan mungkin pula tak ada satupun orang yang mau menjawab pertanyaan tersebut.  Mendadak jadi keinget obrolaku sama dian sore sepulang dari pelantikan waktu itu, saat itu dian terpilih sebagai salah satu CPU.  Tiba-tiba kita jadi banyak ngobrol aja, mulai dari dimensi sebelumnya hingga kedepannya, personality crew-crew dimensi, STO, sampai mau dibawa kemana dimensi nanti.  Mungkin yang paling kuingat dari percakapan itu adalah saat dian bilang “yang megang dimensi dan bawa dimensi kedepan itu Cuma ada 5 orang :  bela, dian, juki, ipang, dan kamu" disaat dian bilang kata “kamu”, aku cuma bisa bertanya “kenapa aku? Kan masih banyak yang lain, ada ratih, ade, intan” dian waktu itu cuma jawab, dimensi butuh orang-orang yang berpikiran bebas kayak kamu.  Lagi-lagi aku berfikir, sebaik itukah aku? :’)
Dian bilang “kalo masih bisa diutuhin, kenapa harus dipecahin dengan kamu keluar?  Kita masih BUTUH kamu banget disini”.  Obrolan itu cukup panjang sampai akhirnya aku dijemput bapak.  Dan mungkin itu jadi obrolan terakhirku sama partner in crime ku, dian.
     Hari yang dinanti pun tiba “Sertijab LPM Dimensi”, dimana aku memutuskan untuk mengenakan batik bersama teman-teman crew tingkat 3, yang mungkin artinya aku lebih memilih mengkhianati teman-teman crew seperjuanganku *maaf sobat :’)
     Hari itu jadi hari terberat dalam hidupku, satu hari yang akan mengubah semuanya.  Ingin sekali tak meneteskan air mata setetes pun tapi mungkin sulit.  Air mata ku sudah menetes disaat ku membaca note dari *sahabatku di dimensi* ratih widyaningrum, setiap coretan tulisannya membuat hatiku semakin bertanya “apakah sudah benar keputusan yang kuambil ini?”.  Mungkin aku sosok orang yang tegar namun kalo sudah masalah hati dan perasaan, itu lain ceritanya.  Mungkin aku hanya bisa menangis seperti bayi karena popoknya belum diganti.
     Kutipan kata yang jelas masih kuingat adalah “dia orang yang loyal, mungkin kalo diukur loyalitasnya bisa pake 4 jempol, tapi aku ga suka sama cara dia, yang selalu memotivasi orang lain sedangkan dia memilih mundur”.  Terkadang aku berfikir, sebegitu baikkahku? Begitu berartinyakah diriku? :’)
     Hari itu berlalu begitu cepat, perpisahan selalu ditandai dengan air mata dimana-mana, kupeluk setiap sosok yang kusayangi dan tak ingin kutinggalkan apalagi kulupakan, semua berlalu begitu haru.
     Yang akan tetap menjadi kenangan indah adalah 2 bulan sebelum sertijab, pelantikan cacrew dimensi 2012, dimana aku, dian, ratih, bela, juki, ipang jadi sie.acara, aku berasa closed banget disitu, pengalaman team terkompak yang pernah aku alami.  Mungkin saat itu mereka masih yakin bahwa keputusanku untuk mundur masih bisa diubah seiring kebersamaan yang begitu closed bersama mereka.  Yang paling bikin sedih waktu itu mungkin aku sama ratih, aku sama ratih itu sekelas tapi dikelas kita itu “just friend” biasa aja kayak yang lain bahkan cenderung gak deket sama sekali.  Tapi didimensi, aku sama ratih sahabatan bahkan kita selalu bilang kalo kita itu “sahabatan kalo cuma didimensi doang” haha tapi itu beneran lhooo …
     Pelantikan itu mungkin jadi pembuktian totalitasku yang terakhir, aku bener-bener ngerasa kerja disana, benar-benar berfikir apa yang harus aku lakukan dan apa yang harus aku putuskan.  Tidur Cuma 2-3 jam tapi hampir kerja seharian.  Kurang makan dan jarang istirahat sama sekali, but i really happy to doing like that.
     Mungkin saat itu juga aku ngerasa betapa childish nya aku, kenapa aku memilih menangis seperti bayi untuk meluapkan masalahku, aku terlalu bodoh mungkin.  Aku memutuskan untuk pulang sejenak yang kupikir untuk menenangkan sejenak pikiranku kalo aku jauh dari masalahku, padahal kata mas dwi itu, 3 cara menyelesaikan masalah adalah “hadapi-selesaikan-hindari” tapi aku memutuskan menghindari terlebih dahulu ketimbang menyelesaikannya.  Mungkin saat itu jarak terdekat yang kurasakan antara karanggeneng-semarang yang cuma 30 menit *ngebut banget kayaknya, padahal pas itu aku naik motornya ratih, haha*.  Sesampainya dirumah, sms sudah menumpuk dari mba caca, intan, ade, dan riri.  Gak sempet baca, aku langsung tidur.  Bangun tidur udah maghrib aja, habis itu cuss mandi dan sholat, tiba-tiba telepon berdering dengan nama penelepon Dian Adi Pratama.  Percakapan singkat yang intinya dia nanyain aku dimana dan nyuruh balik lagi ke karanggeneng.
     Sesampainya dikaranggeneng lagi, sambutan yang begitu hangat sudah menanti, pas itu rasanya kayak “aku itu anak desa yang udah lama ga pulang kampung dan disambut sama warga satu kampung” haha *lebay*.  Malam itu malam pentas seni, pertujukan yang diarahin sahabatku ratih widya berjalan lancar.  Sampai akhirnya kami mengistirahatkan diri untuk 2 hari yang panjang itu.
     Berhubung tidurku telat, aku selalu gak pernah kebagian tempat tidur.  Tenda penuh, mushola udah kayak tempat penjemuran pindang, alamat malam pertama aku tidur di tribun dan malam kedua aku tidur di tikar depan tenda.  Sungguh bukan tempat yang nyaman untuk merebahkan badan dan memejamkan mata.
     Malam kedua, baru juga merem satu jam udah main dibangunin aja, dengan alih-alih breafing sama alumni untuk acara caraka malam.  Tapi apa yang diperoleh?  Dua jam bersama alumni, hanya peradu-dombaan yang kami dapatkan, tingkat dua dan tingkat tiga benar-benar sedang diadu keloyalitasannya, dan mungkin dengan bodohnya sebagian orang terpancing begitu saja.  Mungkin aku bukan sosok yang suka menyampaikann pendapatku secara gamblang begitu saja dan lebih bodohnya aku lebih suka memilih untuk diam saja.
     Tapi tak tau kenapa, malam itu aku pingin banget nyampein statementku yang mungkin untuk terakhir kalinya.  Masih inget bener deh kata-kata terakhirku itu “saya yakin kami bisa mandiri, tapi untuk selamanya kami bakalan BUTUH tingkat 3, toh sampai kapanpun saya minta tolong mas adnan pun bakal dijawab kok”.  Gak tau kenapa juga, malam itu aku pingin banget ngeluarin kata-kata butuh.  Dan sempatku melirik kesekitarku, mereka seolah memandang setuju kepada statement yang kulontarkan tadi.  Malam itu berlalu begitu saja, sampai selesai cacrew dilantik jadi crew.  Akhirnya dapet penggantinya.

Tidak ada komentar: