Saat itu sekitar 1 bulan
sebelum pelantikan crew dimensi 2012, as usual aku, dian, ratih, ipang, lagi
leyeh-leyeh dikantin tehnik, guyonan kayak biasanya. Tiba-tiba dian buka pertanyaan yang membuat
suasana berubah menjadi senyap, dan membuat mereka tercengang dengan jawaban
yang keluar dari bibirku #etsaaah kata-kataku hahaha
Pertanyaannya adalah : “kalian nantinya mau lanjut
didimensi lagi gak?”
Jawaban yang absolute dari
dian, ratih, ipang adalah lanjut, tapi dari aku, aku bilang aku gak lanjut,
seketika mereka bertanya “kenapa? Alasannya apa?” saat itu aku Cuma bias jawab
dengan senyuman, “ya, emang aku gak bisa lanjut”. Gak tau kenapa tiba-tiba air mata netes gitu
aja, berasa gak kuasa buat ninggalin kebahagiaan yang baru aja aku raih. Mereka berarti banget buat aku dulu,
sekarang, dan nanti.
Seiring waktu
berlalu, tiba dimana saat kuharus memutuskan apa aku berminat untuk lanjut atau
tidak. And this is “placement
test”. Minggu malem sepulang pelantikan,
beberapa sms menghujani kotak masuk handphone ku, yang rata-rata pesannya adalah untukku tidak
meninggalkan dimensi. Ya, itu dari
putri, reza, arum, bela, dian, juki, dan ipang.
Haha lucu kalo inget sms mereka, dimana mereka itu janjian buat sms aku
tapi yang bikin lucunya mereka sms secara bersamaan *ya jelas ketauan lah* :’)
Saat itu
jadi sempet bertanya, “apa artinya sih aku didimensi? Toh aku tak pernah
menorehkan sebuah karya apapun disana”.
Mungkin itu jadi pertanyaan terbodoh saat itu, dan mungkin pula tak ada
satupun orang yang mau menjawab pertanyaan tersebut. Mendadak jadi keinget obrolaku sama dian sore
sepulang dari pelantikan waktu itu, saat itu dian terpilih sebagai salah satu
CPU. Tiba-tiba kita jadi banyak ngobrol
aja, mulai dari dimensi sebelumnya hingga kedepannya, personality crew-crew
dimensi, STO, sampai mau dibawa kemana dimensi nanti. Mungkin yang paling kuingat dari percakapan
itu adalah saat dian bilang “yang megang dimensi dan bawa dimensi kedepan itu
Cuma ada 5 orang : bela, dian, juki,
ipang, dan kamu" disaat dian bilang kata “kamu”, aku cuma bisa bertanya
“kenapa aku? Kan masih banyak yang lain, ada ratih, ade, intan” dian waktu itu
cuma jawab, dimensi butuh orang-orang yang berpikiran bebas kayak kamu. Lagi-lagi aku berfikir, sebaik itukah aku?
:’)
Dian bilang “kalo masih bisa diutuhin, kenapa harus
dipecahin dengan kamu keluar? Kita masih
BUTUH kamu banget disini”. Obrolan itu
cukup panjang sampai akhirnya aku dijemput bapak. Dan mungkin itu jadi obrolan terakhirku sama
partner in crime ku, dian.
Hari yang
dinanti pun tiba “Sertijab LPM Dimensi”, dimana aku memutuskan untuk mengenakan
batik bersama teman-teman crew tingkat 3, yang mungkin artinya aku lebih
memilih mengkhianati teman-teman crew seperjuanganku *maaf sobat :’)
Hari itu
jadi hari terberat dalam hidupku, satu hari yang akan mengubah semuanya. Ingin sekali tak meneteskan air mata setetes
pun tapi mungkin sulit. Air mata ku
sudah menetes disaat ku membaca note dari *sahabatku di dimensi* ratih
widyaningrum, setiap coretan tulisannya membuat hatiku semakin bertanya “apakah
sudah benar keputusan yang kuambil ini?”.
Mungkin aku sosok orang yang tegar namun kalo sudah masalah hati dan
perasaan, itu lain ceritanya. Mungkin
aku hanya
bisa menangis seperti bayi karena
popoknya belum diganti.
Kutipan kata
yang jelas masih kuingat adalah “dia orang yang loyal, mungkin kalo diukur
loyalitasnya bisa pake 4 jempol, tapi aku ga suka sama cara dia, yang selalu
memotivasi orang lain sedangkan dia memilih mundur”. Terkadang aku berfikir, sebegitu baikkahku? Begitu berartinyakah diriku? :’)
Hari itu
berlalu begitu cepat, perpisahan selalu ditandai dengan air mata dimana-mana,
kupeluk setiap sosok yang kusayangi dan tak ingin kutinggalkan apalagi
kulupakan, semua berlalu begitu haru.
Yang akan
tetap menjadi kenangan indah adalah 2 bulan sebelum sertijab, pelantikan cacrew
dimensi 2012, dimana aku, dian, ratih, bela, juki, ipang jadi sie.acara, aku
berasa closed banget disitu, pengalaman team terkompak yang pernah aku
alami. Mungkin saat itu mereka masih
yakin bahwa keputusanku untuk mundur masih bisa diubah seiring kebersamaan yang
begitu closed bersama mereka. Yang
paling bikin sedih waktu itu mungkin aku sama ratih, aku sama ratih itu sekelas
tapi dikelas kita itu “just friend” biasa aja kayak yang lain bahkan cenderung
gak deket sama sekali. Tapi didimensi,
aku sama ratih sahabatan bahkan kita selalu bilang kalo kita itu “sahabatan
kalo cuma didimensi doang” haha tapi itu beneran lhooo …
Pelantikan
itu mungkin jadi pembuktian totalitasku yang terakhir, aku bener-bener ngerasa
kerja disana, benar-benar berfikir apa yang harus aku lakukan dan apa yang
harus aku putuskan. Tidur Cuma 2-3 jam
tapi hampir kerja seharian. Kurang makan
dan jarang istirahat sama sekali, but i really happy to doing like that.
Mungkin saat
itu juga aku ngerasa betapa childish nya aku, kenapa aku memilih menangis
seperti bayi untuk meluapkan masalahku, aku terlalu bodoh mungkin. Aku memutuskan untuk pulang sejenak yang kupikir
untuk menenangkan sejenak pikiranku kalo aku jauh dari masalahku, padahal kata
mas dwi itu, 3 cara menyelesaikan masalah adalah “hadapi-selesaikan-hindari”
tapi aku memutuskan menghindari terlebih dahulu ketimbang
menyelesaikannya. Mungkin saat itu jarak
terdekat yang kurasakan antara karanggeneng-semarang yang cuma 30 menit *ngebut
banget kayaknya, padahal pas itu aku naik motornya ratih, haha*. Sesampainya dirumah, sms sudah menumpuk dari
mba caca, intan, ade, dan riri. Gak
sempet baca, aku langsung tidur. Bangun
tidur udah maghrib aja, habis itu cuss mandi dan sholat, tiba-tiba telepon
berdering dengan nama penelepon Dian Adi Pratama. Percakapan singkat yang intinya dia nanyain aku dimana
dan nyuruh balik lagi ke karanggeneng.
Sesampainya
dikaranggeneng lagi, sambutan yang begitu hangat sudah menanti, pas itu rasanya
kayak “aku itu anak desa yang udah lama ga pulang kampung dan disambut sama
warga satu kampung” haha *lebay*. Malam
itu malam pentas seni, pertujukan yang diarahin sahabatku ratih widya berjalan lancar. Sampai akhirnya kami mengistirahatkan diri
untuk 2 hari yang panjang itu.
Berhubung
tidurku telat, aku selalu gak pernah kebagian tempat tidur. Tenda penuh, mushola udah kayak tempat
penjemuran pindang, alamat malam pertama aku tidur di tribun dan malam kedua
aku tidur di tikar depan tenda. Sungguh
bukan tempat yang nyaman untuk merebahkan badan dan memejamkan mata.
Malam kedua,
baru juga merem satu jam udah main
dibangunin aja, dengan alih-alih breafing sama alumni untuk acara caraka
malam. Tapi apa yang diperoleh? Dua jam bersama alumni, hanya peradu-dombaan
yang kami dapatkan, tingkat dua dan tingkat tiga benar-benar sedang diadu
keloyalitasannya, dan mungkin dengan bodohnya sebagian orang terpancing begitu
saja. Mungkin aku bukan sosok yang suka
menyampaikann pendapatku secara gamblang begitu saja dan lebih bodohnya aku
lebih suka memilih untuk diam saja.
Tapi tak tau
kenapa, malam itu aku pingin banget nyampein statementku yang mungkin untuk
terakhir kalinya. Masih inget bener deh
kata-kata terakhirku itu “saya yakin kami bisa mandiri, tapi untuk selamanya
kami bakalan BUTUH tingkat 3, toh sampai kapanpun saya minta tolong mas adnan pun
bakal dijawab kok”. Gak tau kenapa juga,
malam itu aku pingin banget ngeluarin kata-kata butuh. Dan sempatku melirik kesekitarku, mereka
seolah memandang setuju kepada statement yang kulontarkan tadi. Malam itu berlalu begitu saja, sampai selesai
cacrew dilantik jadi crew. Akhirnya
dapet penggantinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar